Senin, 12 Desember 2016

SEJARAH HARIMAU JADI-JADIAN DAN BATU TANGKERUN HARAMAUNG DI KALIMANTAN TENGAH.

   Pada zaman dahulu kala,didaerah aliran sungai kecil tepatnya Sungai Manuhing Kalimantan Tengah terdapat sungai kecil kecil yang bernama Sungai Talaken dan disana ada sebuah bukit yang disebut Bukit Burung,bukit tersebut dinamakan Bukit Burung dikarenakan disetiap pagi dan sore hari berkeliaran burung walet yang aktif menari menghiasi keliling bukit tersebut.
Namun jauh sebelum burung-burung itu berkeliaran di sana bukit itu adalah sebuah tempat domisili beberapa keluarga yang bahagia dan damai.
   Ditengah kedamaian orang kampung tiba-tiba kedamaian mereka terusik karena kedatangan tujuh orang asing bersaudara kandung yang semuanya laki-laki dan sangat sakti mandraguna,mereka adalah orang yang sangat jahat,ironisnya ketujuh orang itu adalah orang-orang pemangsa hewan,mereka memakan semua ternak milik warga Bukit Burung dengan cara merampas secara paksa,apabila ada orang yang berani melarang maka ketujuh orang itu tidak segan-segan membunuh dan mengambil mayat orang itu dan dibawa entah kemana.
Hal ini membuat penduduk Bukit Burung menjadi murka dan membangun persatuan untuk menghabisi ketujuh saudara tersebut,sehingga suatu saat terjadilah perkelahian yang sengit sehingga menewaskan kan semua penduduk Bukit Burung, namun disisi lain ada tersisa tiga orang dewasa yang kebetulan tidak berada di pemukiman karena berladang agak jauh dari pemukiman manusia di Bukit Burung,mereka terdiri dari sepasang suami isteri dan ditemani oleh kaka kandung isteri,mereka semua tidak disebutkan namanya,suami isteri tersebut memiliki seorang anak perempuan berusia sembilan tahun.
  Karena sudah lama tidak pulang ke kampung halaman mereka Bukit Burung, maka disebuah sore mereka berempat pulang ke bukit burung dan menemukan perkampungan yang sudah kosong dengan Betang-betang (rumah warga) dalam keadaan porak-poranda hancur berantakan bagaikan terkena bencana tsunami,ketiga orang tersebut merasakan perasaan yang tidak enak bercampur bingung,namun tidak ada tempat bertanya dan tidak ada tempat pemukiman lain di sepanjang Sungai Manuhing pada zaman itu.
   Ditengah kebingungan mereka,tiba-tiba mereka dikejutkan oleh datangnya tujuh orang yang tidak dikenal yang langsung menyerang tanpa basa-basi,melihat hal demikian maka sang suami melakukan perlawanan sengit dengan menggunakan sebilah Duhung,perkelahian berlangsung selama satu hari satu malam dan akhirnya sang suami menjadi terdesak hebat sehingga sang suami dapat dikalahkan dan terbunuh oleh ketujuh orang asing tersebut,melihat keadaan demikian sang isteri dan saudara kandungnya segera membawa kabur anak perempuannya dari tempat itu,namun seorang perempuan tidak secepat laki-laki dalam upaya berlari dan akhirnya juga terbunuh oleh ketujuh orang asing itu.
  Sementara itu sang kakak laki-laki nya berhasil selamat dengan membawa anak perempuan sepasang suami isteri tersebut,selama bertahun-tahun iya mengasuh dan membesarkan keponakanya dan akhirnya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita ditengah hutan rimba disebuah tempat yang jauh dari Bukit Burung di bagian Hulu Sungai Manuhing.
  Mereka mencari makan dengan cara berladang untuk menanam padi,jagung serta sayur-mayur lainya.
   Suatu ketika tepatnya di musim jagung mereka membuang kulit jagung ke sungai Manuhing dan hanyut sampai ke Tumbang Talaken,dan kebetulan ketujuh orang asing itu sedang berada di muara sungai Talaken,mereka menyisir sungai Talaken dari Bukit Burung hingga sampai di Muara sungai Talaken, sungai Talaken adalah sungai anak dari sungai Manuhing.
Mereka melihat kulit jagung yang terapung di atas air dan menandakan adanya pemukiman manusia di bagian hulu Sungai Manuhing, mereka memutuskan untuk tidak kembali ke Bukit Burung saat itu dengan sengaja untuk mencari pemukiman manusia sebagai target berikutnya.
  Singkat cerita mereka  menemukan pondok sang Paman dan keponakanya lalu bertamu di pondok tersebut. Ketujuh orang asing tersebut menyatakan rasa iba kepada Sang Paman dan keponakannya yang tinggal ditempat yang jauh dari pemukiman manusia dan sendirian.
Oleh sebab itu ketujuh orang asing tersebut mengajak Sang Paman untuk tinggal bersama mereka dan sekaligus saudara sulung ketujuh orang asing tersebut melamar keponakan Sang Paman yang cantik jelita itu untuk dijadikan isterinya.
   Sang Paman pun menerima tawaran tujuh orang asing itu karena iya tahu ketujuh orang itu tiada lain adalah pembunuh kedua orang tua keponakannya dan pembunuh warga Bukit Burung,untuk itu iya menerima tawaran mereka dengan tujuan untuk balas dendam.
Mulai saat itu Sang Paman dan keponakannya kembali ke Bukit Burung dan tinggal bersama ketujuh orang asing itu,namun ternyata mereka tinggal didalam sebuah lubang batu dikaki Bukit Burung tepatnya di pinggir sungai Talaken di Muara Sungai Burung dan cara mereka mencari nafkah dengan berburu.
  Setiap kali ketujuh orang asing itu pergi berburu mereka menggunakan pakaian dari kulit harimau dan setiap mereka memakai pakaian itu ketujuh orang asing itu langsung berubah menjadi harimau,Sang Paman berhasil mengetahui siapa ketujuh orang tersebut dan iya merasa tujuan balas dendamnya tidak akan berhasil dengan mudah,selain sakti mandraguna ketujuh orang itu mampu mengubah dirinya menjadi harimau,namun Sang Paman tetap sabar menanti kesempatan emas untuk balas dendam dan Sang Paman sudah menyepakati hal ini dengan keponakannya, namun Sang Paman dan keponakanya tidak bisa keluar dari goa karena setiap saat ketujuh orang itu berburu pintu goa ditutup rapat dengan sebuah batu besar.
   Suatu ketika sang Paman dan keponakannya kaget dengan hasil buruan kerujuh orang itu yang ternyata adalah manusia,hal ini diketahui mereka karena untuk pertama kalinya manusia jadi-jadian itu meminta isterinya yang merupakan keponakan Sang Paman untuk memasak hasil buruan mereka mulai dari membuang perut dan yang tidak dapat dimakan dari hasil buruan tersebut,padahal sebelumnya keponakan Sang Paman tidak diizinkan untuk memasak lebih-lebih mengoperasikan hasil buruan mereka,saat itu keponakan Sang Paman sedang hamil muda,dan iyapun menjadi segan dan menolak permintaan suaminya karena yang akan dimasak adalah manusia,karena suaminya memaksa maka Sang keponakan pun menerima tawaran itu dengan sarat suaminya harus berkata jujur mengapa kemaluan manusia yang akan dimasak  itu tidak boleh terbawa kedalam masakannya,sang suami pun menjawab dengan jujur kalau itu adalah pantangan ilmu kesaktian yang mereka miliki.
Dengan demikian sang isteri pun memasak hasil buruan suaminya dan tidak mau ikut memakan manusia yang akan dimasaknya,suaminya pun setuju,dan mulai hari itu yang memasak adalah isteri manusia jadi-jadian itu yakni keponakan Sang Paman.
Namun setelah itu sang keponakan mengatakan pantangan kesaktian manusia jadi-jadian itu dikata-kan keponakannya kepada pamanya secara diam-diam.
   Karena keponakan Sang Paman dipercaya untuk memasak maka Sang Paman memerintahkan keponakanya untuk mengeringkan salah satu kemaluan laki-laki dan perempuan hasil buruan suaminya secara diam-diam dan menumbuk kemaluan tersebut hingga halus laksana tepung lalu memasukannya kedalam masakannya mereka,rencana Sang Paman pun berhasil,sehingga setelah makan  masakan isterinya hari itu ketujuh orang tersebut menjadi lemah karena muntah-muntah dan saat itulah Sang Paman berhasil membalaskan dendam penduduk Bukit Burung sehingga harimau jadi-jadian di Kalimantan menjadi punah kecuali didalam kandungan sang keponakannya.
  Sang Paman dan keponakanya berhasil keluar dari dalam goa dan kembali menetap di Bukit Burung hingga keponakannya melahirkan seorang anak laki-laki yang mungil dan tampan.
Mulai saat itu Sang Paman menyibukan dirinya membuat berbagai macam senjata tajam sebagai bekal cucunya yang baru lahir untuk menjaga diri jikalau iya sudah dewasa kelak.
  Bertahun-tahun kemudian cucu Sang Paman sudah tumbuh dewasa dan mengerti kalau manusia itu hidup harus memiliki ayah dan ibu,suatu saat iya bertanya kepada ibunya siapa dan dimana ayah kandungnya,kalau iya sudah mati dimana kuburnya,apa penyebabnya,dimana keluarganya? Dan berbagai macam pertanyaan yang diajukan kepada ibunya.
  Sang ibu yang menyayangi anak satu-satunya berkata jujur siapa ayahnya,dimana keluarganya dan siapa pembunuh ayahnya.
Mendengar hal demikian Sang Anak menjadi marah kepada kakeknya dan mengambil Duhung lalu menusuk kakenya secara diam-diam disaat kakeknya sibuk membakar besi untuk membuat senjata tajam,namun Sang Cucu kaget karena di hunjam berkali-kali ternyata kakeknya tidak mempan senjata tajam namun tidak juga membalas perlakuan cucunya,malahan Sang Kakeknya menjelaskan mengapa iya membunuh ayahnya dan itu tidaklah pantas untuk didendamkan lagi,namun Sang Cucu tidak terima dengan kenyataan itu sehingga iya kembali mengadu kepada ibunya,namun ibunya pun mengatakan kalau masalah itu tidak pantas untuk didendamkan,sang anak kini merasa kalau Kakek dan ibunya telah sekongkol untuk membunuh ayahnya dan Kakek beserta ibunya juga harus mati ditangannya sendiri,sehingga pada saat itu iya menghujamkan Duhung nya tepat didada ibunya,setelah ibunya terbunuh ditangannya iya pun melarikan diri dan menyesali perbuatannya membunuh ibunya yang telah melahirkan dan membesarkan ya,karena penyesalanya iya pun memutuskan untuk tidak pulang kerumahnya.
Karena tidak ada tempat berlindung,Sang Cucu pun memutuskan untuk pergi mencari orang tua ayahnya yakni dipegunungan Bukit Raya,sesampai disana iya pun pertapa sesuai cerita ibunya tentang tatacara untuk bertemu kakek dan nenek nya sebagai orang tua ayah kandung nya. Setelah melakukan pertapaan iyapun berhasil bertemu dengan Kakek dan neneknya yang juga adalah harimau jadi-jadian,Sang Cucu pun menikah disana dan iya mengajak isterinya berbulan madu di tempat Kakeknya yakni Bukit Burung.
  Mereka pun berangkat dengan mengubah wujudnya menjadi harimau sakti,dengan tujuh kali lompatan iya dan isterinya sudah tiba di Bukit Burung tempat Kakeknya,sesampainya disana Sang Cucu dan isterinya disambut baik oleh kakenya,iya meminta mf atas kesalahannya yang sudah mencoba membunuh kakenya dan telah membunuh ibunya,iya mengaku menyesali perbuatannya.
Sang Kakek pun memaafkan Cucu nya dan memperkenankan cucunya tinggal bersamanya seberapapun lamanya.
 
  Namun disisi lain dihari Sang Cucu masih tersimpan dengan kepada Sang Kakek, secara diam-diam iya membuat Buwu (jebakan ikan) dari duri onak yang berukuran sebesar paha dewasa,dan ketika Kakeknya sedang sibuk membuat senjata,Sang Cucu menyodorkan Buwu tersebut kelutut Sang Kakek sehingga lutut Sang Kakek masuk kedalam Buwu tersebut hingga kepahanya,hal itu membuat Sang Kakek tidak bisa bangkit dari duduknya yang sedang menempa besi,dan saat itu juga Sang Cucu mengambil senjata yang sedang dibakar Sang Kakek di perapian lalu di tusuk kearah dada Sang Kakek, namun senjata itu lagi-lagi tidak dapat melukai Sang Kakek, bahkan panas nya besi yang merah karena dibakar itu seolah tidak dirasakan Sang Kakek, Sang Kakek malah kembali menjelaskan tentang kejadian pembunuhan silam dan meminta maaf atas kejadian itu,namun Sang Cucu yang sedang khilap mengangkat tubuh Kakeknya lalu menceburkanya disungai sehingga Kakeknya mati tenggelam,setelah Kakeknya meninggal Sang Cucu kembali terbangun dari kekhilapannya dan menyesali telah membunuh kakeknya,dan iya bersumpah pada dirinya sendiri dihadapan isterinya bahwa iya tidak akan pernah khilap lagi dan tidak ada dendam lagi diantara umat manusia dengan harimau jadi-jadian,setelah itu mereka pun pulang ke pegunungan Bukit Raya,hanya dengan sekali melipat keduanya sudah sampai di Hulu Sungai Manuhing, kini mereka melompat untuk yang kedua kalinya sekaligus melompat menyeberangi Sungai Manuhing,ternyata lututnya menjadi lemah dan ujung ekor keduanya tercebur  ke Sungai Manuhing tersebut,keduanya tersentak kaget dan Sang Cucu  berkata kepada isterinya:
Mengapa sungai sekecil ini tidak dapat kita lompati dengan sempurna,mari kita ulangi melompat ke seberang.
Keduanya pun kembali melompat ke seberang sungai tersebut,namun ekornya tercebur terulang kembali,dan iya pun berkata apabila sekali lagi kita tidak bisa melompati sungai ini berarti batu yang sungai itu adalah "Batu Penyang Sangkalemu", kata Sang Suami harimau jadi-jadian itu,setelah itu keduanya mengambil ancang-ancang untuk melompat dengan sekuat tenaga,namun ekor ujung ekor mereka tetap tercebur di sungai Manuhing tersebut,sehingga sampai zaman sekarang ditepi sungai Manuhing tesebut ada batu yang disebut namanya "Batu Tangkerun Haramaung".
Setelah itu keduanya kembali ke Bukit Raya dan menetap di sana sebagai Raja Harimau Gaib yang melahirkan Siluman hariamau yang hingga sekarang ini masih diyakini keberadaannya,siapa saja umat manusia suku Dayak ngaju yang mengetahui nama mereka berdua yang sebagai Raja harimau jadi-jadian dari Bukit Burung maka mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang telah mereka perbuat (tidak memusuhinya),bahkan mereka siap untuk membatu segala urusan perkelahian orang tersebut.

Demikianlah cerita rakyat Kalimantan tengah mengenai Sejarah Harimau Jadi-jadian dan Batu Tangkerun Haramaung.

Senin, 17 Oktober 2016

AWAL TERJADINYA PERBEDAAN BAHASA DI DAYAK MENURUT SUKU DAYAK NGAJU.


      Pada zaman dahulu kala umat manusia telah mendiami bumi selama sembilan turunan dan selama sembilan turunan itu manusia masih belum bisa mati/meninggal dunia. Dan pada saat itu manusia pertama yakni Maharaja Bunu seringkali menceritakan indah dan ramainya alam khayangan/sangiang serta di mana tempat persemayaman Ranying Hatala/Tuhan Yang Maha Esa dan pesan-pesan suci dari Ranying Hatala sebelum mereka diturunkan oleh Ranying Hatala ke Bumi ini dari alam lapis tujuh.
       Setelah sembilan turunan dilalui hingga tibalah turunan selanjutnya tibalah saatnya Ranying hatala menjemput Maharaja Bunu serta keturunannya yang sudah berumur sembilan turunan dan mengambilnya satu persatu sesuai janjinya mendiami bumi tanpa melalui kematian. Setelah habis manusia sembilan turunan tersebut manusia masih belum ada yang meninggal dunia karena rata-rata berumur panjang. Namun rasa rindu dengan nenek moyang yakni Maharaja Bunu dan keturunannya yang telah kembali ke alam Hatala tanpa melalui kematian tidak akan pernah luput dan hilang dari ingatan mereka sehingga menghadirkan persatuan dan keinginan yang kuat untuk menyusul nenek moyang mereka kealam Hatala dengan cara mambangun menara yang besar dan tinggi dari ulin hingga mencapai langit lapis tujuh untuk bisa bertemu nenek moyang mereka dan ingin bertemu langsung dengan Ranying Hatala sehingga akhirnya mereka di buatlah menara tinggi mencakar langit namun belum ada tanda-tanda melewati langit lapis satu.  Namun usaha dan kegigihan mereka tidak akan pernah berhenti meskipun belum melewati langit lapis satu.
       Melihat hal itu, Ranying Hatala yang telah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, dan Ranying Hatala itu Maha ada, Maha Tau dan Maha segalanya tentunya tidak ingin melihat manusia bersusah payah mencapai langit lapis tujuh dan berusaha ingkar dengan takdir mereka yang tidak bisa bertemu dengan Ranying Hatala tanpa melalui kematian sehingga Ranying Hatala mengatasinya dengan kekuasaanya untuk membatalkan niat umat manusia.
        Karena kebesaran kekuasaan Ranying Hatala sehingga tumbuhlah jamur-jamur yang kelihatan enak di makan pada nenara tersebut. Jamur-jamur itu disebut oleh umat manusia pendiri menara dengan nama "Kulat Sipa" kerena jamur tersebut berwarna merah seperti darah/ air simpa, dan semua yang bekerja mendirikan menara itu tanpa ragu-ragu memakan jamur-jamur tersebut bersama-sama karena mereka sangat yakin jamur tersebut adalah pemberian dari Ranying Hatala sebagai makanan untuk mempermudah pekerjaan mereka dengan tidak perlu repot mengambil bahan makanan dari rumah mereka.
       Namun setelah memakan jamur-jamur tersebut mereka senua nengalami perubahan bahasa dan saling tidak mengerti apa yang di katakan satu sama lain sampai sampai ada yang meminta memegang bahan malah melepaskan, ada yang meminta memasang malah melepaskan, ada yang meminta disambungkan malah dipotong yang dikerjakan hingga akhirnya yang dikerjakan malah dibongkar habis hingga rata dengan tanah seperti sedia kala.
     Hal itulah yang memisahkan mereka dari persatuan hingga mereka hidup terpecah belah karena terjadi perbedaan bahasa serta mereka semua lupa akan Ajaran atau Wahyu dari Ranying Hatala yang berguna bagi kehidupan mereka sehingga keturunan-keturunan mereka tidak tahu tatacara rukun kematian dari mnemandikan jenazah, penguburan dan lain sebagainya.

AWAL TERJADINYA PERBEDAAN UPACARA RITUAL


        Setelah manusia kembali ke alam Ranying Hatala melalui kematian maka nenek moyang umat manusia Suku Dayak tidak mengetahui bagaimana Tatacara Upacara Ritual untuk mengurus orang yang sudah meninggal dunia maupun tatacara upacara ritual bagi kehidupannya karena terjadinya perbedaan bahasa yang menimbulkan Suku Dayak Terbagi menjadi berbagai suku dan hidup berjauhan mencari tempat atau aliran sungai masing-masing sesuai dengan kehendak mereka sendiri.  Apabila ada yang meninggal dunia maka dibiarkan begitu saja membusuk dan bangkainya dimakan biawak, burung gagak dan hewan pemakan bangkai lainnya.
        Begitu juga apabila mereka mengalami kekurangan dan lelemahan di dalam kehidupannya mereka tidak tahu harus bagaimana dan harus memohon kepada siapa untuk menguatkan iman dalam mengatasinya berbagai masalah kehidupan yang di alami mereka. Menyadari dan melihat umat manusia telah melupakan ajaran yang telah diberikan kepada manusia yang kembali ke Alam Ranying Hatala tanpa melalui kematian telah dilupakan oleh anak cucu Maharaja Bunu, maka Ranying Hatala Memerintahkan Malaikatnya yang bernama Raja Singkuh Batu untuk mencari/memilih malaikat yang cocok untuk mengajarkan kembali pesan-pesan suci yang pernah di ajarkan Ranying Hatala sebelum manusia/Raja Bunu di turunkah ke bumi Dayak dan kesimpulannya terpilihlah Nyai Endas Bulau Lisan Tingang dengan membawa anggotanya yang sebanyak Seratus Enam Puluh Laki-laki dan Seratus Enam Puluh Perempuan dari Lewu Telu Ije Kalabuan Banama di Pantai Sangiang/ Khayangan.
        Selanjutnya mereka turun ke Bumi Dayak tepatnya di Desa Tutuk Juking/Tangkahen. Rombongan Nyai Endas Bulau Lisan Tingang dan Anggotanya Di sebut dengan nama "Bawi Ayah" dan mereka mengajarkan kembali pesan-pesan suci dari Ranying Hatala/Wahyu yang dulunya pernah diajarkan oleh Ranying Hatala.  Karena banyaknya kumpulan berbagai suku yang belajar sehingga desa tersebut menjadi padat dan "orang-orang/Suku" yang datang dari jauh tidak dapat belajar langsung namun melihat dari atas pohon dan meraba-raba apa yang dilakukan dan adanya perbedaan bahasa pada saat pengajaran upacara Ritual bagi kehidupan maupun Kematian.
         Itulah sebabnya terjadi perbedaan Upacara Ritual di berbagai Daerah di Pulau Dayak dan dari daerah aliran sungai Kahayanlah Upacara Ritual Itu yang lebih akurat dari daerah lain.  Jadi tidaklah diherankan meskipun upacara ritual itu bertujuan sama namun ada perbedaan tatacara dalam pelaksanaannya dikarenakan hal tersebut diatas  sehingga semakin jauh dari aliran sungai Kahayan makan semakin jauh juga perbedaan tatacara upacara ritual.